LOMBOK - Masih terus bergulirnya isu terkait “Asmara Terlarang” seorang dokter dengan Direktur RSUP di beberapa media online membuat pimpinan Daerah NTB yakni Gubernur diminta untuk tegas.
Direktur LSM GARUDA Cabang Lombok Utara Asmud mengatakan bahwa Gubernur harus tegas dan tanggap terhadap kasus tersebut.
" Jangan sampai kasus ini menggelinding kemana-mana sehingga mempengaruhi pelayanan kesehatan di RSUP NTB. Pelayanan kesehatan tidak boleh tergagnggu dengan adanya indikasi asmara terlarang Pimpinan RSUP. Untuk itu, kami meminta Gubernur Tegas dan tanggap terhadap kasus yang terjadi, jangan menggelinding kemana-mana sehingga mengganggu pelayanan di RSUP NTB” ungkap Asmud", ungkapnya, ( 31/07/23).
Selain itu, selama ini LSM GARUDA Idonesia Cabang Lombok Utara juga telah melakukan investigasi sebagai wujud kepedulian masyarakat untuk mengakhiri segala polemik di tengah masyarakat. Hal ini dilakukan LSM Garuda agar pelayanan kesehatan di RSUD Propinsi NTB tidak terganggu.
LSM GARUDA ingin melihat sejauh mana komitmen Gubernur NTB terhadap persoalan yang menyangkut terhadap kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan.
" Kalau tidak salah, dua hari yang lalu NTB mendapatkan penghargaan sebagai daerah yang ramah terhadap perempuan dan anak. Jangan sampai hanya sebuah penghargaan saja. Namun pada praktiknya Gubernur tidak peduli terhadap kasus-kasus pelecehan dan kekerasan terhadap perempuan dan anak", Ujarnya.
Menurutnya, Kekerasan seksual atau istilah perbuatan cabul dijelaskan sebagai perbuatan yang melanggar rasa kesusilaan, atau perbuatan lain yang keji, dan semuanya dalam lingkungan nafsu berahi kelamin. Misalnya cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada dan sebagainya.
Berdasarkan pengertian menurut R. Soesilo tersebut berarti segala perbuatan apabila itu telah dianggap melanggar kesopanan/kesusilaan, dapat dimasukkan sebagai perbuatan cabul. Sementara itu, istilah pelecehan seksual mengacu pada sexual harassment yang dikatakan sebagai unwelcome attention (Martin Eskenazi and David Gallen, 1992) atau secara hukum didefinisikan sebagai “imposition of unwelcome sexual demands or creation of sexually offensive environments”.
Asmud menjelaskan, dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual tahun 2022, Pelecehan seksual fisik adalah perbuatan seksual secara fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya. Pelaku pelecehan seksual fisik dapat dikenakan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp.50.000.000 (pasal 6 huruf a).
Bila pelecehan seksual fisik dilakukan dengan maksud menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya secara melawan hukum, baik di dalam maupun di luar perkawinan, pelaku dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp.300.000.000 (pasal 6 huruf b).
Apa bila pelecehan seksual fisik dilakukan dengan menyalahgunakan kedudukan, wewenang, kepercayaan, atau perbawa (karisma, pamor, pengaruh) yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan atau memanfaatkan kerentanan, ketidaksetaraan atau ketergantungan seseorang, memaksa atau dengan penyesatan menggerakkan orang itu untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan atau perbuatan cabul dengannya atau dengan orang lain. Pidana yang dikenakan adalah pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp.300.000.000 (pasal 6 huruf c).
"Sebagai orang nomor satu di bumi NTB ini, seharusnya Gubernur memiliki respon yang cepat untuk mengakhiri segala polemic yang terjadi di setiap SKPD maupun unit pelayanan di bawahnya. Bahkan untuk kasus yang terjadi di RSUP NTB ini dan untuk mengakhiri polemiknya lakukan saja menggunakan syariat islam yaitu melakukan sumpah pocong bagi keduanya yaitu dokter UI dan Direktur RSUP NTB. Ini juga untuk membuktikan siapa sebenarnya yang berbohong", tandasnya. ***