JAKARTA - Peneliti Pertahanan dan isu-isu Strategis, Arif Dilianto, M.SI mengatakan bahwa seruan gerakan people power berpotensi besar memunculkan konflik yang berkepanjangan.
Dia memandang, pemerintah selalu berupaya untuk memajukan rakyat melalui berbagai program pembangunan maupun pengaturan regulasi untuk kepentingan Indonesia di masa mendatang.
“Sehingga sangat berlebihan jika ada yang memunculkan narasi people power terhadap kinerja pemerintah, ” ungkap Arif, melalui zoom, Sabtu (5/08/2023).
Arif menjelaskan, perbedaan pendapat hal yang lumrah dalam demokrasi. Tetapi, penting untuk mengikuti mekanisme dalam menyampaikan hal itu, khususnya mengikuti aturan hukum dan etika bernegara yang baik.
“Perbedaan pendapat yang di ekspresikan dengan seruan untuk memobilisasi massa dengan melakukan tindakan represif, justru dapat dianggap sebagai tindakan makar dan hal ini sangat bertentangan dengan prinsip demokrasi, ” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa berdasarkan aspek Hukum Tata Negara, pemerintah yang sah dalam sistem Presidensial memiliki masa kerja tetap selama 5 tahun, sebagaimana tertuang dalam Pasal 7 UUD 1945.
Menurutnya, jika ada tindakan represif untuk mendesak pergantian kekuasaan dapat menimbulkan tidak harmonisnya kehidupan bernegara. Sekaligus merupakan gerakan inkonstitusional yang mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat.
“Memunculkan isu people power sangat bertentangan dengan bagaimana demokrasi pancasila menuntun kita pada prinsip musyawarah dan mufakat untuk kemajuan bangsa, ” tegasnya.
Arif juga mengingatkan bahwa menjelang tahun politik, perlu untuk mewaspadai kemunculan seruan gerakan people power.
“Karena itu, setiap aparat keamanan perlu mengambil langkah tegas untuk menindak jika terdapat pihak-pihak yang berusaha melakukan gerakan inkonstitusional dan mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat, ” tutupnya.***(mr/fr)