JAKARTA - Ada upaya sistematis untuk menjauhkan NU, tepatnya warga Nahdhiyin dari Anies. Upaya ini dilakukan dengan cara menstigma Anies dengan label "politik identitas", "Anies didukung oleh kelompok Islam radikal" dan "Anies ingin mendirikan negara khiafah ala HTI". Stigma negatif ini diduga dikelola oleh kelompok profesional. Kelompok ini sengaja membidik warga Nahdhiyin.
Mengapa? Pertama, karena warga Nahdhiyin adalah mayoritas. Pemilik suara terbesar di negeri ini. Kedua, warga Nahdhiyin dianggap tepat untuk dihadap-hadapkan dengan kelompok yang mengusung khilafah dan penganut wahabi mengingat kekhawatiran NU terhadap penyebaran dua kelompok ini cukup tinggi. Di grass root, kedua kelompok ini sering sekali terjadi gesekan. Ini jadi peluang dan trigger untuk membenturkan keduanya di gelanggang politik dengan mengasosiakan hadirnya nama Anies Baswedan.
Baca juga:
Refleksi
|
Meski stigma ini ngawur dan hoaks, juga sudah dibantah berulangkali dengan berbagai data, namun tetap menyebar secara masif. Sebab, provokasi ini diduga merupakan operasi yang dijalankan secara sistemik oleh para profesional. Banyak yang membaca ini melibatkan operasi kontra-inteligen.
Satu sisi Anies dituduh wahabi, di sisi lain Anies dituduh syiah. Bukankah wahabi dan syiah itu musuh bebuyutan? Ini mudah dipahami sebagai hoaks. Tapi tetap tidak sedikit yang percaya.
Anies sering diserang oleh sejumlah tokoh HTI. Dan HTI sendiri secara organisatoris melarang kader dan anggotaya untuk terlibat politik praktis. Lalu, Anies dituduh didukung oleh HTI dan akan menjadikan Indonesia negara khilafah. Tuduhan ini tidak berdata dan tidak memiliki argumen memadai. Tapi masih juga cukup banyak yang percaya. Lagi-lagi, inilah operasi politik yang cukup berpengaruh karena dilakukan secara profesional untuk jegal Anies agar tidak mendapat dukungan warga Nahdhiyin.
Beberapa elit PKB dan sejumlah ulama NU telah mencoba ikut meluruskan, agar masyarakat khususnya warga Nahdhiyin tidak termakan oleh hoaks. Hasilnya memang masih belum maksimal. Perlu banyak ulama NU yang ikut klarifikasi. Bukan demi Anies, tapi demi kebenaran dan menyelamatkan masyarakat dari cara berfikir salah dan hoaks.
Dalam situasi dimana hoaks menjadi alat efektif untuk menyerang Anies, lalu bagaimana potensi NU mendukung Anies? Maksudnya warga Nahdhiyin melalui para ulama-nya dukung Anies?
NU secara organisatoris tidak berpolitik praktis. Tapi kader NU, tak bisa melepaskan diri dari politik praktis. Ini hak demokrasi yang dilindungi oleh undang-undang. Setiap warga negara berhak terlibat dalam politik praktis.
Kemana arah politik warga Nahdhiyin? Tentu akan sangat bergantung para ulama-nya. Kemana pilihan politik para ulama Nahdhiyin? Beragam. Di NU, ada keragaman yang terus dijaga. Dalam keragaman itu, satu dengan yang lain saling menghargai untuk sebuah perbedaan.
Jadi, pilihan politik ulama dan kaum Nahdhiyin itu beragam. Apalagi jika masing-masing capres menggandeng cawapres dari NU, maka pilihan akan berbeda-beda.
Jika Anies didukung oleh para ulama kharismatik NU, dan mereka mau meluruskan tuduhan hoaks selama ini, maka dukungan warga Nahdhiyin kepada Anies akan membesar.
Anies punya kedekatan dengan NU dalam dua hal. Pertama, Anies itu santri. Sama dengan NU. Sama-sama santrinya. Kalau kita menggunakan katagorisasi clifford Geertz: Santri dan Abangan, maka Anies itu masuk golongan santri. Sementara kandidat lainnya adalah abangan. Santri itu orang yang taat beragama. Abangan itu cenderung sekuler. Itu saja cara mudah membedakannya.
Diantara tiga kandidat capres yang selalu muncul namanya (Anies, Prabowo dan Ganjar) siapa diantara mereka yang kalau pakai sarung dan peci paling pantes dan cocok? Siapa diantara mereka yang lebih disiplin menjalankan shalat lima waktu dan lebih sering ke masjid? Siapa diantara mereka yang layak jadi imam shalat? Siapa diantara mereka yang bisa baca al-Qur'an lebih fasih? Pertanyaan-pertanyaan ini hanya untuk menjelaskan katagorisasi santri dan abangan. Jangan gagal paham.
Kedua, Anies telah banyak berkontribusi terhadap warga NU di Jakarta. Anies telah menyiapkan gedung cukup besar untuk PWNU Jakarta. Bisa dipakai, tanpa batas waktu. Gedung itu sekarang menjadi kantor PWNU Jakarta. Belum lagi bantuan pertahun kepada PWNU Jakarta yang jumlahnya miliyaran. Ini bagian dari kebijakan Anies di DKI yang telah dirasakan secara langsung oleh warga NU Ibu Kota.
Perhatian dan keberpihakan Anies pada kegiatan sosial dan keagamaan cukup besar. Semua mendapatkannya secara proporsional. Inilah prinsip kesetaraan dan keadilan yang berupaya Anies hadirkan ketika memimpin Jakarta.
Dari rekam jejak Anies kaitannya dengan warga Nahdhiyin, peluang Anies untuk didukung oleh masyarakat NU cukup besar. NU juga akan diuntungkan ketika dipimpin oleh seseorang yang mengerti tentang NU. Dengan begitu, akan memberi ruang yang proporsional bagi NU untuk mengembangkan diri. Bukan pemimpin yang menundukkan dan cenderung ingin menguasai NU. Sebagai organisasi terbesar di Indonesia, NU akan mendapatkan perlakuan yang proporsional, jika mengacu pada rekam jejak Anies di DKI.
Jakarta, 21 Maret 2022
Penulis: Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa.